Rabu, 11 November 2009

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI DRYLANDS

Ekosistem adalah suatu komunitas yang saling berhubungan dalam semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan mikroba, termasuk manusia, dan lingkungan fisik seperti tanah, air dan udara di mana mereka berinteraksi). Ekosistem bisa besar atau kecil yang berhubungan dengan faktor biotik dan abiotik.
Ekosistem unsur yang paling komprehensif dari keanekaragaman hayati dan keanekaragaman hayati terkait erat dengan proses dan fungsi ekosistem. Fungsi ekosistem dan kesehatan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan lingkungan. Konvensi tentang keanekaragaman hayati CBD dianggap sebagai pendekatan ekosistem sebagai mekanisme pengelolaan yang tepat untuk konservasi keanekaragaman hayati. Pendekatan ekosistem akan membantu untuk mencapai tiga tujuan dari Konvensi, yaitu pemanfaatan berkelanjutan, dan yang adil dan merata serta pembagian keuntungan yang keluar dari pemanfaatan sumber daya genetik. Pelestarian keanekaragaman hayati dicapai melalui mengintegrasikan gen, spesies dan ekosistem konservasi.
Beberapa keterbatasan dari pendekatan gen spesies dan konservasi membawa kita untuk memberikan perhatian penerapan pendekatan ekosistem dalam konservasi keanekaragaman hayati, yaitu pengakuan tidak memadai vitalitas fungsi ekosistem keanekaragaman hayati; spesifik lokasi juga penuh tanpa mempertimbangkan interlinkage dengan situs lain; kegagalan untuk mengintegrasikan budaya; ekonomi dan faktor-faktor sosial dalam keanekaragaman hayati; devaluasi barang dan jasa publik yang dapat diperoleh dari ekosistem; Inabilities untuk berkoordinasi dengan kepentingan sektoral terkait seperti pertanian, lingkungan hidup, kehutanan, perikanan, kesehatan, konservasi alam dll. Pendekatan ekosistem merupakan strategi terintegrasi untuk pengelolaan tanah, air dan kehidupan daya; untuk melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan sumber daya ekologi, masyarakat, dan ekonomi secara lestari juga untuk mempertahankan potensi produktif ekosistem.
Adapun prinsip - prinsip dalam pendekatan ekosistem, yaitu :
1. Tujuan pengelolaan tanah, air dan sumber daya hidup yang soal pilihan masyarakat.
2. Pengelolaan harus didesentralisasikan ke tingkat yang sesuai terendah.
3. Ekosistem mangers harus mempertimbangkan dampak (aktual atau potensial) dari mereka kegiatan yang berdekatan dan ekosistem lainnya.
4. Menyadari potensi keuntungan dari manajemen, biasanya ada kebutuhan untuk memahami dan mengelola ekosistem dalam konteks ekonomi.
5. Konservasi ekosistem struktur dan fungsi, dalam rangka mempertahankan jasa ekosistem, harus menjadi prioritas sasaran pendekatan ekosistem.
6. Ekosistem harus dikelola dalam batas-batas fungsi mereka.
7. Para pendekatan ekosistem harus dilakukan diambil pada saat yang tepat skala spasial dan temporal.
8. Mengenali berbagai skala temporal dan lag-efek yang menjadi ciri proses ekosistem, tujuan pengelolaan ekosistem harus ditetapkan untuk jangka istilah.
9. Manajemen harus menyadari bahwa perubahan tidak dapat dihindari.
10.Para pendekatan ekosistem harus mencari keseimbangan yang tepat antara, dan integrasi, konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.
11.Para pendekatan ekosistem harus mempertimbangkan semua bentuk informasi yang relevan, termasuk ilmiah dan masyarakat adat dan pengetahuan lokal, inovasi dan praktek-praktek.
12.Para pendekatan ekosistem harus melibatkan semua sektor terkait masyarakat dan disiplin ilmu.
Berikut ini adalah kesenjangan utama yang diidentifikasi oleh Departemen dan akan diisi dengan pengambilan keputusan badan-badan dan masyarakat luas untuk menjamin konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati melalui pelaksanaan pendekatan ekosistem:
1. Ekosistem meningkatkan pemahaman tentang struktur dan fungsi ekosistem
2. Kebutuhan publikasi bangsa dari ekosistem dan bagaimana manfaat harus didistribusikan.
3. Penilaian layanan ekosistem sehingga gos, LSM, organisasi swasta dan masyarakat akan mengambil nilai ke dalam pertimbangan sebelum picik praktik manajemen dilaksanakan.
4. Melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan ekosistem dan berbagi secara adil manfaat dan biaya penggunaan ekosistem.
5. Evaluasi potensi gundul atau menginvasi ekosistem bagi ekologi pemulihan.
6. Meluncurkan pendekatan baru untuk taman-taman dan kawasan lindung sebagai menciptakan link fisik taman dan kawasan lindung melalui koridor lanskap sehingga asli karakter spasial dari ekosistem dapat terus berfungsi.
7. Melibatkan semua pihak terkait dan sektor masyarakat serta ilmiah disiplin.
8. Analisis karakter ekosistem alam sebagai sarana untuk mengevaluasi kerentanan ekosistem untuk spesies invasive.
9. Membuat penilaian standar kesehatan ekosistem.
10.Membangun ekosistem nasional database dan jangka panjang pemantauan ekosistem protokol.
11.Kapasitas seperti pengembangan tenaga kerja khususnya ekosistem keahlian bersama-sama dengan logistik dan fasilitas laboratorium

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI di INDONESIA
Sementara itu data dasar keanekaragaman hayati yang diperoleh dari survey terpadu di Indonesia, Thailand dan daerah cekungan (basin) Western Amazon dan Kamerun memberikan suatu gambaran lebih jauh tentang reaksi penjerapan karbon dan keanekaragaman hayati yang terjadi pada berbagai tingkat intentitas pemanfaatan lahan. Hal baru lainnya adalah ditemukannya suatu indikator umum dari pola reaksi tersebut diatas yang dapat diketahui dengan menggunakan Plant Functional Types (PFTs), yang dapat menggambarkan adaptasi tumbuhan terhadap perubahan fisik lingkungan. Kajian berbagai disiplin ilmu terkait yang dilakukan di dataran rendah Sumatra, Indonesia, berhasil membuktikan adanya hubungan yang sangat potensial dan bermanfaat antara struktur vegetasi, kelompok kunci jenis flora dan fauna, PTFs dan ketersediaan unsur hara tanah.
Di Kalimantan Tengah, para peneliti CIFOR juga melakukan kajian tentang dampak kegiatan pembalakan terhadap keanekaragaman struktur vegetasi, burung, dan mamalia kecil (tikus). Hasil sementara kajian yang membandingkan kondisi burung di lokasi bekas tebangan dan yang tidak ditebang menunjukkan bahwa pembalakan dengan sistem tebang pilih berdampak kurang nyata pada keanekaragaman dan jumlah jenisnya. Hal ini dipengaruhi diantara oleh rendahnya intensitas pembalakan. Dilain pihak kegiatan pembalakan dan faktor bentang alam (posisi topografi dan tingkat kebasahan) berpengaruh negatif terhadap pola struktur komunitas, komposisi jenis serta kelimpahan relatifnya.
Saat ini, banyaknya kekhawatiran yang timbul terhadap hilangnya hutan tropis berasal dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan sebagai gudang keanekaragaman hayati. Akan tetapi pengetahuan tentang keadaan/status dan luasan keanekaragaman hayati yang hilang akibat gangguan hutan masih sangat terbatas.
Penelitian CIFOR di bidang tersebut mencakup kajian diantaranya yaitu, penentuan dampak akibat adanya gangguan seperti kegiatan pembalakan, pemanenan hasil hutan non-kayu dan fragmentasi hutan di dalam kawan konservasi keanekaragaman hayati "in situ". Kegiatan ini bertujuan agar data yang diperoleh dari lokasi studi yang terwakili secara ecoregional dapat digeneralisasikan sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji model proses dan spasial.
Dalam sebuah proyek berskala luas, peneliti dari India, Thailand dan Indonesia melakukan kegiatan penelitian dengan bantuan CIFOR dan International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI) yang bertujuan untuk menyelidiki pengaruh kegiatan manusia terhadap sumberdaya genetik hutan. Kegiatan yang mencakup berbagai bidang ilmu ini terdiri dari kajian terhadap komponen sumberdaya genetik, ekologi reproduksi jenis yang diteliti dan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi hutan penelitian.
Di Malayasia, contohnya, meskipun berdasarkan temuan dinyatakan bahwa pembalakan terbukti berpengaruh pada semua jenis yang diteliti, tetapi hilangnya keanekaragaman hayati genetik tidak lebih dari 24 persen. Demikian pula hasil kajian dampak pemanenan kayu untuk keperluan papan dan bahan bakar di Thailand yang menunjukkan perbedaan nyata hanya jika pemanenan dilakukan dengan intensitas yang sangat tinggi. Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan di Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa setelah pembalakan terjadi peningkatan yang nyata terhadap inbreeding jenis-jenis yang diteliti -hasil selanjutnya akan diselidiki lebih jauh pada jenis-jenis Dipterocarpaceae.
Pada tahun 1998, dengan masuknya seorang pakar dari Danish International Development Agency yaitu Dr. John Poulsen, CIFOR meluncurkan suatu gagasan baru dengan proyek yang dilaksanakan di Western Ghats, India. Penelitian yang memerlukan wawancara ekstensif terhadap masyarakat suku setempat dan non-suku ini, berupaya mengevaluasi dampak skala-bentang alam pemanenan hasil hutan non-kayu baik berupa flora dan fauna, termasuk burung, kupu-kupu, mamalia kecil, pohon dan tumbuhan bukan pohon.
Kegiatan lainnya yang merupakan bagian dari proyek tersebut di India menyebutkan bahwa keluarga miskin sangat tergantung pada kegiatan pengumpulan hasil hutan non-kayu. Dengan banyaknya hasil hutan non-kayu yang masuk ke pasar maka pemanenan cenderung dilakukan tanpa menghiraukan aspek kelestarian, demikian pula yang terjadi ditengah masyarakat asli yang secara tradisional penghidupannya tergantung dari produk tersebut. Akibatnya, permudaan beberapa jenis tumbuhan penting hampir tidak nampak di beberapa kawasan, sehingga hal ini mengancam menurunnya keanekaragaman genetik jenis-jenis yang bersangkutan.
Saat ini, banyaknya kekhawatiran yang timbul terhadap hilangnya hutan tropis berasal dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan sebagai gudang keanekaragaman hayati. Akan tetapi pengetahuan tentang keadaan/status dan luasan keanekaragaman hayati yang hilang akibat gangguan hutan masih sangat terbatas.
“Keanekaragaman Hayati untuk Masa Depan”. Mungkin makna kalimat ini harus dipahami secara utuh oleh manusia karena disadari atau tidak, eksploitasi terhadap sumber-sumber daya hayati sering tidak terkontrol sehingga memberikan dampak negatif terhadap kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Keanekaragaman hayati yang dimaksud disini adalah keanekaragaman habitat dan ekosistem termasuk proses yang terjadi didalamnya. Keanekaragaman hayati tidak hanya diartikan sama dengan jumlah spesies pada suatu tempat saja akan tetapi lebih kompleks dibanding kekayaan spesies. Manusia memanfaatkan kekayaan alam yang ada tidak hanya untuk generasi sekarang saja tetapi juga bagaimana caranya agar potensi yang ada masih bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Secara umum pemanfaatan keanekaragaman hayati masih berorientasi untuk mendapatkan keuntungan ekonomis yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Orasi ilmiah ini menguraikan pentingnya dukungan teknologi sebagai alat bantu dalam memonitor pemanfaatan sumber-sumber daya hayati yang berkelanjutan, disamping perangkat lainnya seperti kebijakan-kebijakan dan perangkat hukum. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi penginderaan jauh, yaitu suatu teknologi yang dapat merekam dan menganalisa suatu obyek atau fenomena yang terjadi pada permukaan bumi dan atau di atas permukaan bumi. Dengan teknologi penginderaan jauh keberadaan sumber-sumber daya hayati dan kerusakan lingkungan akibat aktifitas manusia dapat diidentifikasi secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu. Sebagai ilustrasi, kebakaran hutan Indonesia divisualisasikan dengan citra satelit. Ilustrasi ini diharapkan menjadi salah satu potret betapa pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia melalui pengelolaan sumber-sumber daya hayati yang sistematik dan efisien menggunakan teknologi penginderaan jauh.


REFERENSI

World Resources 2000.
Http: / / www.epa.gov/region08/community_resources/steward/ecoapp.html

Keanekaragaman Hayati Nasional Strategi dan Rencana Aksi 2002. Institute of Biodiversity Konservasi dan Penelitian.

Konvensi Keanekaragaman Hayati 2004. A Hand Book of CBD.

Pendekatan ekosistem untuk Program Kesehatan Manusia Initiative. Internasional Development Centre. Ottawa, Kanada. Http: / / www.idrc.ca

Getachew Tesfaye dan Abiyot Berhanu 2004. Ekologi dan Pengelolaan Juliflora di Prosopis Afar dan Somali Daerah Serikat.

Getachew Tesfaye dan Berihun G / Medhin, 2004. Pendekatan ekosistem dan pengelolaan dan konservasi keanekaragaman hayati di Ethiopia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar